Selasa, 01 April 2014

BIOKIMIA METABOLISME ASAM AMINO DALAM TUBUH MANUSIA-Keperawatan

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui berbagai metabolisme asam amino dalam tubuh manusia.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya, 15 April 2013


Penulis
.






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam tubuh mahluk hidup pasti dijumpai  asam amino,asam-asam amino terdiri atas pertama, produksi asam amino dari pembongkaran protein tubuh, digesti protein diet serta sintesis asam amino di hati. Kedua, pengambilan nitrogen dari asam amino. Sedangkan ketiga adalah katabolisme asam amino menjadi energi melalui siklus asam serta siklus urea sebagai proses pengolahan hasil sampingan pemecahan asam amino. Keempat adalah sintesis protein dari asam-asam amino. Asam amino juga mengalami katabolisme,yang terjadi dalam 2 tahapan yaitu : Transaminasi dan Pelepasan amin dari glutamat menghasilkan ion ammonium.Semua jaringan memiliki kemampuan untuk men-sintesis asam amino non esensial, melakukan remodeling asam amino, serta mengubah rangka karbon non asam amino menjadi asam amino dan turunan lain yang mengandung nitrogen. Dalam kondisi surplus diet, nitrogen toksik potensial dari asam amino dikeluarkan melalui transaminasi, deaminasi dan pembentukan urea. Rangka karbon umumnya diubah menjadi karbohidrat melalui jalur glukoneogenesis, atau menjadi asam lemak melalui jalur sintesis asam lemak. Berkaitan dengan hal ini, asam amino dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
•    Asam Amino Esensial
Merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh kita sehingga harus ada di dalam makanan yang kita makan.
•    Asam Amino Non-Esensial
Merupakan asam amino yang dapat disintesis dari asam amino lain.
    Setiap jenis asam amino tersebut dapat mengalami biosintesis.Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang macam-macam dan biosintesis pada asam amino.



B.    Rumusan masalah
•    Apa saja macam-macam dari asam amino?
•    Bagaimana saja biosintesis yang terjadi pada asam amino?
C.    Tujuan Penulisan
•    Untuk mengetahui macam-macam asam amino.
•    Untuk mengetahui biosintesis yang terjadi pad asam amino.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biosintesis Asam Amino Non Esensial
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yng memiliki gugus fungsional karboksilat(¬-COOH)dan amina(biasanya –NH2).Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit :keduanya terikat pada satu atom karbon   (C)yang sama (disebut atom C “alfa”).Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya adalah sebagai penyusun protein yang sangat penting dalam organisme. Semua jaringan memiliki kemampuan untuk men-sintesis asam amino non esensial, melakukan remodeling asam amino, serta mengubah rangka karbon non asam amino menjadi asam amino dan turunan lain yang mengandung nitrogen. Dalam kondisi surplus diet, nitrogen toksik potensial dari asam amino dikeluarkan melalui transaminasi, deaminasi dan pembentukan urea. Rangka karbon umumnya diubah menjadi karbohidrat melalui jalur glukoneogenesis, atau menjadi asam lemak melalui jalur sintesis asam lemak
Asam Amino Non-Esensial Merupakan asam amino yang dapat disintesis dari asam amino lain. Auksin diproduksi dari asam amino tryptophan terutama oleh daun muda dan biji yang sedang berkecambah. Auksin terdiri dari: Indole-3-acetic acic (IAA), Indole-3-butyric acid (IBA), dan α-naphthalene acitic acid (NAA).
Efek auksin pada tanaman:
•    Meningkatkan pembelahan dan diferensiasi sel pada jaringan meristem.
•    Meningkatkan perkembangan jaringan vaskuler (xylem dan phloem).
•    Meningkatkan pembentukan dan perkembangan sistem akar.
•    Meningkatkan pembentukan dan perkembangan bunga dan buah.
Aplikasi auksin pada pertanian:
•    Mempercepat pembentukan akar pada stek batang.
•    Merangsang pembentukan bunga pada tanaman yang sulit berbunga.
•    Meningkatkan pembentukan buah pada tanaman yang sedikit berbuah.
•    Mencegah kerontokan daun, bunga, dan buah.

Macam-macam asam amino non-esensial:
1.    Alanine(5,82%)
Memperkuat membran sel. Membantu metabolisme glukosa menjadi energi tubuh.
2.    Arginine(5,98%)
Penting untuk kesehatan reproduksi pria karena 80% cairan semen terdiri dari arginine. Membantu detoxifikasi hati pada sirosis hati dan fatty liver. Membantu meningkatkan sistem imun. Menghambat pertumbuhan sel tumor dan kanker. Membantu pelepasan hormon pertumbuhan.
3.    Asparticacid(6,34%)
Membantu perubahan karbohidrat menjadi energi sel. Melindungi hati dengan mmbantu mengeluarkan amonia berlebih dari tubuh. Membantu fungsi sel dan pembentukan RNA/DNA.
4.    Cystine(0,67%)
Membantu kesehatan pankreas. Menstabilkan gula darah dan metabolisme karbohidrat. Mengurangi gejala alergi makanan dan intoleransi. Penting untuk pembentukan kulit, terutama penyembuhan luka bakar dan luka operasi. Membantu penyembuhan kelainan pernafasan seperti bronchitis. Meningkatkan aktifitas sel darah putih melawan penyakit.
5.    Glutamicacid(8,94%)
Merupakan bahan bakar utama sel-sel otak bersama glukosa. Mengurangi ketergantungan alkohol dan menstabilkan kesehatan mental.
6.    Glycine(3,50%)
Meningkatkan energi dan penggunaan oksigen di dalam sel. Penting untuk kesehatan sistem syaraf pusat. Penting untuk menjaga kesehatan kelenjar prostat. Mencegah serangan epilepsi dan pernah dipakai untuk mengobati depresi. Diperlukan sistem imun untuk mensintesa asam amino non esensial.
7.    Histidine(1,08%)
Memperkuat hubungan antar syaraf khususnya syaraf organ pendengaran. Telah dipakai untuk memulihkan beberapa kasus ketulian. Perlu untuk perbaikan jaringan. Perlu dalam pengobatan alergi, rheumatoid arthritis, anemia. Perlu untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih.
8.    Proline(2,97%)
Sebagai bahan dasar glutamic acid. Bersama lycine dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen yang penting untuk menjaga kecantikan kulit. Memperkuat persendian, tendon, tulang rawan dan otot jantung.
9.    Serine(4,00%)
Membantu pembentukan lemak pelindung serabut syaraf (myelinsheaths). Penting dalam metabolisme lemak dan asam lemak, pertumbuhan otot dan kesehatan sistem imun. Membantu produksi antibodi dan immunoglobulin.
10.    Tyrosine(4,60%)
Memperlambat penuaan sel. Menekan pusat lapar di hipotalamus. Membantu produksi melanin. Penting untuk fungsi kelenjar adrenal, tiroid dan pituitary. Penting untuk pengobatan depresi, alergi dan sakit kepala. Kekurangan menyebabkan hypothyroidism dengan gejala lemah, lelah, kulit kasar, pembengkakan pada tangan, kaki, dan muka, tidak tahan dingin, suara kasar, daya ingat dan pendengaran menurun serta kejang otot.
11.    Gamma - Aminobutyric Acid (Gaba)
Menghambat sel dari ketegangan. Mencegah ansietas dan depresi bersama niacin dan inositol.
12.    Ornithine
Membantu pelepasan hormon pertumbuhan yang memetabolisir lemak tubuh yang berlebihan jika digabung dengan arginine dan carnitine. Penting untuk fungsi sistem imun dan fungsi hati yang sehat. Penting untuk detoxifikasi amonia dan membantu proses penyembuhan.
13.    Taurine
Menjaga kesehatan otot jantung, sel darah putih, otot rangka dan sistem syaraf pusat. Komponen penting dari cairan empedu yang penting untuk pencernaan lemak, absorbsi vitamin larut dalam lemak (A, D, E, K). Menjaga kadar kolesterol darah. Kekurangan menyebabkan ansietas, epilepsi, hiperaktif dan fungsi otak yang buruk. Disintesa dari asam amino cysteine.
14.    Cysteine
Dibentuk dari asam amino methionine dengan bantuan vitamin B6. Merupakan bahan dasar glutathione yaitu salah satu antioksidan terbaik yang bekerja optimum bila bersama vitamin E dan selenium. Melindungi sel dari zat-zat berbahaya, efek radiasi. Melindungi hati dan otak dari alkohol dan rokok. Penting dalam pengobatan bronchitis, emphysema, TBC, dan rheumatoid arthritis. Mudah berubah menjadi cystine.
15.    Citrulline
Menghasilkan energi. Meningkatkan sistem imunitas. Dimetabolisir menjadi arginine. Penting dalam detoxifikasi amonia yang merusak sel-sel sehat.
    Biosintesis yang terjadi pada asam amino ,,adalah sebagai berikut:
a.    Biosintesis glutamat dan aspartat
Glutamat dan aspartat disintesis dari asam α-keto dengan reaksi tranaminasi sederhana. Katalisator reaksi ini adalah enzim glutamat dehidrogenase dan selanjutnya oleh aspartat aminotransferase, AST.

Reaksi biosintesis glutamat
Aspartat juga diturunkan dari asparagin dengan bantuan asparaginase. Peran penting glutamat adalah sebagai donor amino intraseluler utama untuk reaksi transaminasi. Sedangkan aspartat adalah sebagai prekursor ornitin untuk siklus urea.
b.    Biosintesis alanin
Alanin dipindahkan ke sirkulasi oleh berbagai jaringan, tetapi umumnya oleh otot. Alanin dibentuk dari piruvat. Hati mengakumulasi alanin plasma, kebalikan transaminasi yang terjadi di otot dan secara proporsional meningkatkan produksi urea. Alanin dipindahkan dari otot ke hati bersamaan dengan transportasi glukosa dari hati kembali ke otot. Proses ini dinamakan siklus glukosa-alanin. Fitur kunci dari siklus ini adalah bahwa dalam 1 molekul, alanin, jaringan perifer mengekspor piruvat dan amonia ke hati, di mana rangka karbon didaur ulang dan mayoritas nitrogen dieliminir.

Ada 2 jalur utama untuk memproduksi alanin otot yaitu:
1.    Secara langsung melalui degradasi protein
2.    Melalui transaminasi piruvat dengan bantuan enzim alanin transaminase, ALT (juga dikenal sebagai serum glutamat-piruvat transaminase, SGPT).
Glutamat + piruvat α-ketoglutarat + alanin


Siklus glukosa-alanin

c.    Biosintesis sistein
Sulfur untuk sintesis sistein berasal dari metionin. Kondensasi dari ATP dan metionin dikatalisis oleh enzim metionin adenosiltransfrease menghasilkan S-adenosilmetionin (SAM).

Biosintesis S-adenosilmetionin (SAM)
SAM merupakan precursor untuk sejumlah reaksi transfer metil (misalnya konversi norepinefrin menjadi epinefrin). Akibat dari tranfer metil adalah perubahan SAM menjadi S-adenosilhomosistein. S-adenosilhomosistein selanjutnya berubah menjadi homosistein dan adenosin dengan bantuan enzim adenosilhomosisteinase. Homosistein dapat diubah kembali menjadi metionin oleh metionin sintase.
Reaksi transmetilasi melibatkan SAM sangatlah penting, tetapi dalam kasus ini peran S-adenosilmetionin dalam transmetilasi adalah sekunder untuk produksi homosistein (secara esensial oleh produk dari aktivitas transmetilase). Dalam produksi SAM, semua fosfat dari ATP hilang: 1 sebagai Pi dan 2 sebagai Ppi. Adenosin diubah menjadi metionin bukan AMP.
Dalam sintesis sistein, homosistein berkondensasi dengan serin menghasilkan sistationin dengan bantuan enzim sistationase. Selanjutnya dengan bantuan enzim  sistationin liase sistationin diubah menjadi sistein dan α-ketobutirat. Gabungan dari 2 reaksi terakhir ini dikenal sebagai trans-sulfurasi.

Peran metionin dalam sintesis sistein

d.    Biosintesis tirosin
Tirosin diproduksi di dalam sel dengan hidroksilasi fenilalanin. Setengah dari fenilalanin dibutuhkan untuk memproduksi tirosin. Jika diet kita kaya tirosin, hal ini akan mengurangi kebutuhan fenilalanin sampai dengan 50%.
 Fenilalanin hidroksilase adalah campuran fungsi oksigenase: 1 atom oksigen digabungkan ke air dan lainnya ke gugus hidroksil dari tirosin. Reduktan yang dihasilkan adalah tetrahidrofolat kofaktor tetrahidrobiopterin, yang dipertahankan dalam status tereduksi oleh NADH-dependent enzyme dihydropteridine reductase (DHPR).

Biosintesis tirosin dari fenilalanin

e.    Biosintesis ornitin dan prolin
Glutamat adalah prekursor ornitin dan prolin. Dengan glutamat semialdehid menjadi intermediat titik cabang menjadi satu dari 2 produk atau lainnya. Ornitin bukan salah satu dari 20 asam amino yang digunakan untuk sintesis protein. Ornitin memainkan peran signifikan sebagai akseptor karbamoil fosfat dalam siklus urea. Ornitin memiliki peran penting tambahan sebagai prekursor untuk sintesis poliamin. Produksi ornitin dari glutamat penting ketika diet arginin sebagai sumber lain untuk ornitin terbatas.
Penggunaan glutamat semialdehid tergantung kepada kondisi seluler. Produksi ornitin dari semialdehid melalui reaksi glutamat-dependen transaminasi. ketika konsentrasi arginin meningkat, ornitin didapatkan dari siklus urea ditambah dari glutamat semialdehid yang menghambat reaksi aminotransferase. Hasilnya adalah akumulasi semialdehid. Semialdehid  didaur secara spontan menjadi Δ1pyrroline-5-carboxylate yang kemudian direduksi menjadi prolin oleh NADPH-dependent reductase.
f.    Biosintesis serin
Jalur utama untuk serin dimulai dari intermediat glikolitik 3-fosfogliserat. NADH-linked dehidrogenase mengubah 3-fosfogliserat menjadi sebuah asam keto yaitu 3-fosfopiruvat, sesuai untuk transaminasi subsekuen. Aktivitas aminotransferase  dengan glutamat sebagai donor menghasilkan 3-fosfoserin, yang diubah menjadi serin oleh fosfoserin fosfatase.
g.    Biosintesis glisin
Jalur utama untuk glisin adalah 1 tahap reaksi yang dikatalisis oleh serin hidroksimetiltransferase. Reaksi ini melibatkan transfer gugus hidroksimetil dari serin untuk kofaktor tetrahidrofolat (THF), menghasilkan glisin dan N5, N10-metilen-THF.
h.    Biosintesis aspartat, asparagin, glutamat dan glutamin
Glutamat disintesis dengan aminasi reduktif α-ketoglutarat yang dikatalisis oleh glutamat dehidrogenase yang merupakan reaksi nitrogen-fixing. Glutamat juga dihasilkan oleh reaksi aminotranferase, yang dalam hal ini nitrogen amino diberikan oleh sejumlah asam amino lain. Sehingga, glutamat merupakan kolektor umum nitrogen amino.
Asam amino aspartat sebagai produk yang disekresikan, NH4+ yang terbentuk dikeluarkan dari bakterioid ke sitosol sel-sel yang mengandung bakterioid ( ke luar membran bakterioid) dan diubah menjadi asam glutamat, senyawa amida seperti glutamin atau asparagin, atau senyawa yang kaya akan nitrogen yang disebut ureida, seperti alantoin dan asam alantoat (suatu ureida). Sel-sel akar diluar struktur bintil membantu  mentranspor amida atau ureida ini ke xilem, yang selanjutnya akan ditranspor ke pucuk.
Aspartat dibentuk dalam reaksi transaminasi yang dikatalisis oleh aspartat transaminase, AST. Reaksi ini menggunakan analog asam α-keto aspartat, oksaloasetat, dan glutamat sebagai donor amino. Aspartat juga dapat dibentuk dengan deaminasi asparagin yang dikatalisis oleh asparaginase.
Asparagin sintetase dan glutamin sintetase mengkatalisis produksi asparagin dan glutamin dari asam α-amino yang sesuai. Glutamin dihasilkan dari glutamat dengan inkorporasi langsung amonia dan ini merupakan reaksi fixing nitrogen lain. Tetapi asparagin terbentuk oleh reaksi amidotransferas.
B.    Katabolisme Asam Amino
Asam-asam amino tidak dapat disimpan oleh tubuh. Jika jumlah asam amino berlebihan atau terjadi kekurangan sumber energi lain (karbohidrat dan lipid), tubuh akan menggunakan asam amino sebagai sumber energi. Tidak seperti karbohidrat dan lipid, asam amino memerlukan pelepasan gugus amin. Gugus amin ini kemudian dibuang karena bersifat toksik bagi tubuh.
Ada 2 tahap pelepasan gugus amin dari asam amino, yaitu:
a.    Transaminasi
Katabolisme asam amino terjadi melalui reaksi transaminasi yang melibatkan pemindahan gugus amino secara enzimatik dari satu asam amino ke asam amino lainnya. Enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah transaminase atau amino transaminase. Enzim ini spesifik bagi ketoglutarat sebagai penerima gugus amino namun tidak spesifik bagi asam amino sebagai pemberi gugus amino.
Transaminase mempunyai gugus prostetik, piridoksal fosfat, pada sisi aktifnya yang berfungsi sebagai senyawa antara pembawa gugus amino menuju ketoglutarat. Molekul ini mengalami perubahan dapat balik di antara bentuk aldehidanya (piridoksal fosfat), yang dapat menerima gugus amino, dan bentuk teraminasinya (piridoksamin fosfat).
Ada sekitar 12 asam amino protein yang mengalami reaksi transaminasi dalam proses degradasinya. Beberapa asam amino lain mengalami proses deaminasi dan dekarboksilasi.
Enzim aminotransferase memindahkan amin kepada α-ketoglutarat menghasilkan glutamat atau kepada oksaloasetat menghasilkan aspartat.

Contoh reaksi transaminasi. Perhatikan alanin mengalami transaminasi menjadi glutamat. Pada reaksi ini dibutuhkan enzim alanin aminotransferase.










b.    Pelepasan amin dari glutamat menghasilkan ion ammonium

Glutamat juga dapat memindahkan amin ke rantai karbon lainnya, menghasilkan asam amino baru.

Contoh reaksi deaminasi oksidatif. Perhatikan glutamat mengalami deaminasi menghasilkan amonium (NH4+). Selanjutnya ion amonium masuk ke dalam siklus urea.

Ringkasan skematik mengenai reaksi transaminasi dan deaminasi oksidatif

Setelah mengalami pelepasan gugus amin, asam-asam amino dapat memasuki siklus asam sitrat melalui jalur yang beraneka ragam.



Tempat-tempat masuknya asam amino ke dalam sikulus asam sitrat untuk produksi energi

Gugus-gugus amin dilepaskan menjadi ion amonium (NH4+) yang selanjutnya masuk ke dalam siklus urea di hati. Dalam siklus ini dihasilkan urea yang selanjutnya dibuang melalui ginjal berupa urin. Proses yang terjadi di dalam siklus urea digambarkan terdiri atas beberapa tahap yaitu:
1)    Dengan peran enzim karbamoil fosfat sintase I, ion amonium bereaksi dengan CO2 menghasilkan karbamoil fosfat. Dalam raksi ini diperlukan energi dari ATP
2)    Dengan peran enzim ornitin transkarbamoilase, karbamoil fosfat bereaksi dengan L-ornitin menghasilkan L-sitrulin dan gugus fosfat dilepaskan
3)    Dengan peran enzim argininosuksinat sintase, L-sitrulin bereaksi dengan L-aspartat menghasilkan L-argininosuksinat. Reaksi ini membutuhkan energi dari ATP
4)    Dengan peran enzim argininosuksinat liase, L-argininosuksinat dipecah menjadi fumarat dan L-arginin
5)    Dengan peran enzim arginase, penambahan H2O terhadap L-arginin akan menghasilkan L-ornitin dan urea.
C.    Asam Amino Sebagai Prekursor Metabolit
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industry dan apabila disimpangkan dapat digunakan dalam memproses pembuatan narkotika dan atau psikotropika.
Metabolit adalah:
1. Setiap zat yang terlibat dalam metabolisme (baik sebagai produk metabolisme atau diperlukan untuk metabolisme).
2. Zat penting untuk perubahan kimia yang terdapat dalam sel atau organisme yang menghasilkan energi dan bahan dasar yang dibutuhkan untuk proses hidup yang penting, seperti mitosis.
Metabolit asam amino ada dua yaitu:
1.    Metabolit Primer
Metabolit primer adalah suatu zat/senyawa essensial yang terdapat dalam organisme dan tumbuhan, yang berperan dalam proses semua kehidupan organisme tersebut atau merupakan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup bagi organisme / tumbuhan tersebut.
Beberapa contoh senyawa metabolit primer antara lain:
•    Protein
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.
•    Karbohidrat
Karbohidrat adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Pada proses fotosintesis, tetumbuhan hijau mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat.
Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur.  Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rangkaian dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida).
•    Lemak atau Lipid
Orang menyebut lemak secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang berwujud padat pada suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan kepada berbagai minyak yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair.1 gram lemak menghasilkan 39.06 kjoule atau 9,3 kcal. Lemak terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karena struktur molekulnya yang kaya akan rantai unsur karbon(-CH2-CH2-CH2-) maka lemak mempunyai sifat hydrophob. Ini menjadi alasan yang menjelaskan sulitnya lemak untuk larut di dalam air. Lemak dapat larut hanya di larutan yang apolar atau organik sepe,rti: eter, Chloroform, atau benzol. Secara umum dapat dikatakan bahwa lemak biologis memenuhi 3 fungsi dasar bagi manusia, yaitu:
•    Penyimpan energy.
•    Transportasi metabolik sumber energy.
•    Sumber zat untuk sintese bagi hormon, kelenjar empedu serta menunjang prosespemberian signal Signal transducing.
Fungsi metabolit primer bagi tumbuhan :
•    Diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup bagi tumbuhan.
•    Untuk pertumbuhan atau perkembangan bagi tumbuhan tersebut.
Sebagai cadangan makanan.
1.    Metabolit sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang non esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Secara umum kandungan metabolit sekunder dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas suatu metabolit sekunder dengan pereaksi tertentu. Adapun pengelompokkan kandungan metabolit sekunder pada bahan alam hayati adalah sebagai berikut :
    Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi amin. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang besar. Pada umumnya, alakaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom N sebagai bagian dalam surem siklik.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan memiliki kegiatan fisiologi yang menonjol dan sering digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna dan bersifat optis aktif. Alkaloid biasanya berbentuk kristal dan jarang berbentuk cairan. Alkaloid tidak dapat diidentifikasi dengan ekstrak tumbuhan dengan menggunakan kromatografi tunggal. Biasanya alkaloid diidentifikasi dengan diekstraksi menggunakan pelarut alkohol yang bersifat lemah dan diendapkan ke dalam ammonia pekat. Pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan ekstraksi. Adanya alkaloid dapat diuji dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid. Ada lima golongan alkaloid, yaitu tembakau, tropana, opium, ergat, dan kavolfia.
    Triterpenoid / Steroid
Triterpenoid adalah sekelompok senyawa turunan asam mevalonat. Semua jenis triterpenoid dipisahkan dengan cara yang sama, yaitu berdasarkan KLT dan KGC. Identitas dipastikan dengan menentukan titik didih.
Triterpenoid tersebar luas dalam dammar, gabas, dan kutin tumbuhan. Asam damar adalah asam triterpenoid yang sering bersama-sama dengan gompolisakarida dalam damar gom.
Triterpenoid yang paling penting dan tersebar luas adalah triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagrum, tetapi yang paling umum pada tumbuhan berbiji.
Pada pemeriksaan triterpenoid dalam tumbuhan, jaringan kering harus dihilangkan lemaknya, lalu diekstraksi dengan methanol panas. Selanjutnya, ekstrak metanol yang telah dihidrolisis dapat diperiksa langsung.
Uji deteksi lain yang digunakan adalah uji deteksi yang dipakai untuk triterpenoid secara umum, misalnya H2SO4 saja atau diencerkan dengan air alkohol.
    Flavonoid
Flavonoid adalah kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid merupakan senyawa fenol. Oleh karena itu, warnanya akan berubah jika bertambah basa atau ammonia.
Flavonoid dan isoflavonoid adalah salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya dari golongan leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu). Kandungan senyawa flavonoid dalam tanaman sangat rendah yaitu sekitar 25 %. Senyawa-senyawa tersebut pada umunya dalam keadaan terikat / konjugasi dengan senyawa gula.
    Fenolik
Fenolik merupakan kelompok senyawa aromatis dengan gugus fungsi hidoksil. Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (II) klorida 1 %. Pigmen fenolik warnanya dapat dilihat selama proses isolasi dan proses pemurnian. Salah satu golongan fenolik yaitu melamin tumbuhan pada penguraian basa yang menghasilkan fenol sederhana.
    Saponin
Saponin adalah kelompok senyawa dalam bentuk glikosida atau steroid. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis
sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga digunakan sebagai anti mikroba.
Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Saponin steroid paling umum ditemukan dalam keluarga liliceae, amarillidaceae, dan droscoreaceae.
    Kumarin
Kumarin adalah kelompok senyawa fenil provanoid dengan kerangka benzene dan pirin C6-C3. Hampir semua kumarin alam mempunyai oksigen. Kumarin terdapat dalam semua bagian tumbuhan dan tersebar luas di dunia tumbuhan, tetapi yan terutama terdapat dalam rumput-rumputan (graminae), angrek, jeruk (rutaceae), dan polong-polongan (leguminasae). Kumarin yang paling umum terdapat pada tumbuhan tinggi ialah skopoletin.
Kumarin mempunyai berbagai efek fisiologi terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan efeknya adalah menghambat atau menstimulasi asam indol-3-asetat oksidase, menstimulasi produksi etilena, menghambat sintesis selulosa. Pada hewan, kumarin mempunyai efek toksik terhadap mikroorganisme dan dapat membunuh serangga.




    Zat warna Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna yang mencapai kromospor dasar, seperti kromospor pada benzo kuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon.
Untuk mengidentifikasi kuinon, dapat dipilih empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, kuinon isoprenoid.
Tiga kelompok pertama biasanya terhidrolisasi dan bersifat senyawa fenol. Dengan demikian, diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya.
















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
    Asam amino adalah sembarang senyawa organik yng memiliki gugus fungsional karboksilat(¬-COOH)dan amina(biasanya –NH2).Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit :keduanya terikat pada satu atom karbon   (C)yang sama (disebut atom C “alfa”).Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya adalah sebagai penyusun protein yang sangat penting dalam organisme.Semua jaringan memiliki kemampuan untuk men-sintesis asam amino non esensial, melakukan remodeling asam amino, serta mengubah rangka karbon non asam amino menjadi asam amino dan turunan lain yang mengandung nitrogen. Dalam kondisi surplus diet, nitrogen toksik potensial dari asam amino dikeluarkan melalui transaminasi, deaminasi dan pembentukan urea. Rangka karbon umumnya diubah menjadi karbohidrat melalui jalur glukoneogenesis, atau menjadi asam lemak melalui jalur sintesis asam lemak. Berkaitan dengan hal ini, asam amino dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
•    Asam Amino Esensial
Merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh kita sehingga harus ada di dalam makanan yang kita makan.
•    Asam Amino Non-Esensial
Merupakan asam amino yang dapat disintesis dari asam amino lain.
Dalam tubuh mahluk hidup,masing-masing asam amino mengalami biosintesis,dengan proses yang berbeda-beda,tergantung pada jenis asam aminonya.





DAFTAR PUSTAKA
http://dediramdani.blogspot.com/2010/04/asam-amino-esensial-dan-non-esensial.html. Diunduh tanggal 10 April 2013.
http://www.supamas.com/asam-amino-non-esensial.html. Diunduh tanggal 10 April 2013.
http://epta86.blogspot.com/2009/07/bab-i-pendahuluan.html. Diunduh tanggal 10 April 2013.
blog.ub.ac.id/alanatawahyu/files/2012/.../makalah-asam-amino1.docx. Diunduh tanggal 10 April 2013.
http://www.news-medical.net/health/Metabolites-What-are-Metabolites-%28Indonesian%29.aspxhttp://www.news-medical.net/health/Metabolites-What-are-Metabolites-%28Indonesian%29.aspx. Diunduh tanggal 10 April 2013.


LP DAN ASKEP KANKER KOLON


KANKER KOLON

A.    Definisi
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi faeces. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 ).
B.    Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1.    Usia lebih dari 40 tahun
2.    Darah dalam feses
3.    Riwayat polip rektal atau polip kolon
4.    Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5.    Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6.    Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7.    Diit tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
C.    Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungakan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
D.    Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1.    Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
2.    Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3.    Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1.    Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar (lapisan mukosa).
2.    Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan mukosa.
3.    Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak terdapat di sekitar usus.
4.    Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau bahkan ke organ-organ lain.
E.    Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1.    Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2.    Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3.    Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi.
4.    Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5.    Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6.    Pembentukan abses
F.    Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1.    Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2.    Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3.    Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4.    Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5.    Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air besar.
6.    Hidup rileks dan kurangi stress.
G.    Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi
2.    Penatalaksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal, pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan dikolon, massa tumor kemudian di eksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor sudah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
3.    Penatalaksanaan Keperawatan
a)    Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b)    Meningkatkan kenyamanan.
c)    Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d)    Mencegah komplikasi.
e)    Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan    kebutuhan pengobatan.
4.    Penatalaksanaan Diet
a)    Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
b)    Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c)    Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
d)    Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
e)    Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
f)    Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
H.     Pemeriksaan penunjang
a)    Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun  kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
b)    Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto dada dan foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
c)    Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
d)    Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
e)    Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
f)    Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
g)    Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
h)    Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
i)    Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.















Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Kolon

1.    Pengkajian
    Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup masukan lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
    Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi dan masa padat. Specimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
    Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan rektum akan didapatkan:
Inspeksi    :    tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rektum dan feses akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses. Sering didapatkan bentuk feses dengan kaliber kecil seperti pita. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya darah merah segar dalam feses.
Auskultasi    :    biasanya normal.
Perkusi    :    timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi    :    nyeri tekan abdomen pada area lesi.
2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup sebagai berikut:
a.    Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi.
b.    Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
c.    Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, respon pembedahan.
d.    Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
e.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan anoreksia.
f.    Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
g.    Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
h.    Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang.
i.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal), pembetukan stoma dan kontaminasi fekal terhadap kual periostoma.
j.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.

3.    Intervensi
Nyeri b.d iritasi intestinal, respon pembedahan
Tujuan :
dalam waktu 2x24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria :
-    Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
-    Skala nyeri (0-4)
-    TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi    Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvansif    Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi :
•    Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST






•    Beri oksigen nasal apabila skal nyeri ≥ 3 ( 0-4).


•    Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

•    Atur posisi fisiologis



•    Ajarkan teknik relaxasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul

•    Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

•    Lakukan manajemen sentuhan   

Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4) , keadaan ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai karena memberikan manifestasi klinik yang bervariasi dari komplikasi pasca bedah reseksi kolon.
Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada saat pasien mengalami nyeri pasca bedah yang dapat mengganggu kondisi hemodinamik.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Pengaturan posisi semifowler dapat membantu merelaxasi otot-otot abdomen pasca bedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pasca bedah.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari penurunan oksigen lokal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.    Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
•    Analgetik melalui intravena   

Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat
Tujuan :
Setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pasca bedah, intake nutrisi dapat optima dilakukan.
Kriteria evaluasi :
-    Pasien dapat menunjukkan metode menelan makan yang tepat.
-    Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi : odinovagia berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 kali/menit
-    Berat badan pada hari ke7 pasca bedah meningkat minimal 0,5kg
Intervensi    Rasional
Intervensi nonbedah
•    Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan saksama.
•    Sajikana makanan dengan cara yang menarik.
•    Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa dengan kandungan serat tinggi.


•    Pantau intake dan output anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu)   
Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.

Membantu merangsang nafsu makan.

Kandungan serat tinggi dapat membentuk massa feses yang optimal dan menurunkan kondisi diverkolosis menjadi divertikulatis. Komponen buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan asupan tinggi serat .
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Intervensi dengan pembedahan:
•    Berikan diet prabedah.






•    Kaji kondisi dan toleransi gasxtrointestinal pasca reseksi kolon




•    Lakukan perawatan mulut.

•    Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
   
Diet tinggi kalori, rendah residu biasanya diberikan selama beberapa hari sebelum pembedahan, bila waktu dan kondisi pasien memungkinan.
Apabila tidak terdapat situasi kedaruratan, tindakan praoperatif dilakukan serupa den gan pembedahan abdomen umumnya.
Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus artinya untuk fungsi gastrointestinal sudah pulih pasca anestesi umum.
Kembalinya diet kepola normal berlangsung sangat cepat.
Sebaiknya 2 liter cairan/hari dianjurkan.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Kecemasan b.d. promosis penyakit, misinterpretasi informasi
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi :
-    Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
-    Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pasca bedah masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
-    Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
-    Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
-    Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi    Rasional
Monitor respons fisik seperti : kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, serta catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.





Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Beri dukungan prabedah.


























    Digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesedaran/ konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Pada kondisi klinik, pasien biasanya merasa sedih akibat diagnosis penyakit dan rencana pembedahan. Pasien yang mengalami pembedahan untuk kolostomi sementara dapat mengekspresikan rasa takut dan masalah yang serupa dengan individu yang memiliki stoma permanen.
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien akan memengaruhi penerimaan pasien dengan pembedahan.
Aktif mendengar semua kekwatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pasca operatif yang diharapkan akan menghilangkan banyak tak berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian pasien, adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarga sebagai manusia yang layak didengarkan dan dimintai pendapat, ikut menentukan hasil pembedahan. Egbert et al. (1963,dikutip gruendamann, 2006). Memperliahatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan dimintai pendapat sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.

Bantu pasien meningkatkan citra tubuh memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.     Perubahan yang terjadi pada citra tubuh dan gaya hidup sering sangat mengganggu, oleh karena itu pasien memerlukan dukungan empatis dalam mencoba menyesuaikannya. Oleh karena stoma ditempatkan pada abdomen pasien dapat berfikir bahwa setiap orang akan melihat ostomi. Perawat dapat membantu informasi aktual tentang prosedur pembedahan dan pembentukan, serta penatalaksaan ostomi. Apabila pasien menghendaki, diagram, foto dan slat dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperjelas. Pasien juga dapat mengalami stres emosional, perawat perlu mengulang beberapa intonasi. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan.

Hadirkan pasien yang pernah dilakukan kolostomi.    Berdiskusi dengan individu yang berhasil menghadapi kolostomi sering membantu menurunkan kecemasan pasien pasca prabedah.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.    Memberi waktu untuk mengekplorasikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya kelurga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktifitas dan pengalihan (membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi :
Beriak anti cemas sesuai indikasi contohnya diazepam.    
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Risiko injuri b.d. pasca-prosedur reseksi kolon
Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam pascaintervensi reseksi kolon, pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi:
-    TTV dalam batas normal
-    Kondisi kepatenan selang dada optimal
-    Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi    Rasional
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri.    Pascabedah pasien akan terdapat drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
Monitor adanya komplikasi pasca bedah.    Perawat memonitor adanya komplikasi pasca bedah seperti kebocoran dari sisi anastomosis, prolaps stoma, perforasi, retraksi stoma, inpaksi feka,l dan iritasi kulit, serta komplikasi paru yang dihubungkan dengan abdomen. Andomen dipantau terhadap tanda kembalinya peristaltil dan kaji karakteristik feses.
Bantu ambulasi dini.    Paisen yang menjalani kolostomi dibantu turun dari tempat tidur pada hari pertama pascaoperatif dan didorong untuk mulai berpartisipasi dalam menghadapi kolostomi.
Beri perhatian khusus pada pasien usia lanjut.    Pasien lansia dapat mengalami penurunan penglihatan sampai beberapa derajat dan kerusakan pendengaran, serta kesulitan melakukan keterampilan yang memerlukan koordinasi motorik halus. Oleh karenanya, membantu pasien memegang alat ostomi pada periode praoperatif dan simulasi perbersihan kulit periostomal, seta irigasi stoma akan membantu pasien.
Jatuh akibat ketidaksengajaan sering terjadi pada lansia. Oleh karena itu, pengting untuk memastikan apakah pasien dapat berjalan tanpa bantuan kekamar mandi.
Perawatan kulit adalah masalah utama untuk para lansia dengan ostoma, karena pada lansia terjadi perubahan pada kulit akibat proses penuaan. Lapisan lemak subkutan dan epitel menjadi tipis dan kulit mudah teriritasi. Untuk mencegah krusakan, perhatian khusus diberikan pada hygiene kulit dan penempatan alat yang tepat. Arteri sklerosis terjadi akibat penurunan aliran darah pada luka dan sisi stoma.
Pertahankan status hemodinamik yang optimal.    Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik
Monitor kondisi selang nasogatrik.    Secara umum pasien pasca esofagektomi akan terpasang selang nasogatrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau mengirigasi selang, kecuali memang diperlukan untuk terapi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pasca bedah.    Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat memeperlama proses penyembuhan pasca-funduplikasi lambung.







Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée dari luka pembedahaan
Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi:
—    Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan
—    Leukosit dalam batas normal
—    TTV dalam batas normal
Intervensi    Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.    Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.    Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal, serta akan memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
•    Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulang setiap dua hari sekali pada luka abdomen


•    Lakukan perawatan luka pada sekitar drain





•    Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic, jenis iodine providium dengan caraswabbing dari arah dalam keluar.



•    Bersihkan bekas sisa iodine providium dengan alcohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari  arah dalam keluar.


•    Tutup luka dengan kasa steril dan tuutp dengan plester adhesive yang menyeluruh menutupi kasa.   
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tikndakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.

Drain pasca bedah merupakan material yang menjadi jalan masuk  kuman. Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi pembalut drain, apabila kotor maka harus diganti.

Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providium sebagai antiseptic dan dengan arah dari dalam keluar sehingga dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.

Antiseptic iodine providium mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus  dibersihkan dengan alcohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis.    Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotic.    Antibiotic injeksi diberikan selama tiga hari pascabedah yang kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter.

4.    Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1.    Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2.    Mengalami sedikit nyeri.
3.    Meningkatkan toleransi aktivitas.
4.    Mencapai tingkat nutrisi optimal.
a.    Makan diet rendah residu, tinggi protein, dan tinggi kalori.
b.    Kram abdomen berkurang.
5.    Keseimbangan cairan tercapai.
a.    Membatasi masukan makanan dan cairan oral bila terjadi mual.
b.    Berkemih sedikitnya 1½ liter per 24 jam.
6.    Mengalami penurunan ansietas.
a.    Mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas.
b.    Menggunakan tindakan koping untuk menghadapi stress.
7.    Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri setelah pulang.
a.    Mendiskusikan diagnosa, prosedur bedah, dan perawatan diri pascaoperatif.
b.    Mendemonstrasikan teknik perawatan ostomi.
8.    Mempertahankan insisi tetap bersih, stoma, dan luka perineal.
a.    Secara bertahap meningkatkan partisipasi dalam perawatan stoma.
9.    Mengungkapkan perasaan dan masalah tentang diri sendiri secara verbal.
10.    Tidak mengalami komplikasi.
a.    Menggunakan antibiotic oral sesuai resep.
b.    Bekerjasama dalam protocol pembersihan usus.
c.    Tidak demam.
d.    Bisisng usus ada.
e.    Lingkar abdomen dalam batas normal atau menurun.
f.    Tidak ada bukti perforasi atau pendarahan.


STUDI KASUS
PADA KANKER KOLON

Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Perawat            : Ns. Cindra
Tanggal Pengkajian        : 05 Mei 2012
Jam Pengkajian        : 08.00 WIB
1.    Biodata :
Pasien
Nama                 : Tn. A
Umur                 : 35 th
Agama             : Islam
Pendidikan             : Sarjana
Pekerjaan             : PNS
Status Pernikahan         : Menikah
Alamat             : Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS         : Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis         : Ca. Colon
Penanggung Jawab
Nama                 : Ny. B
Agama             : Islam
Pendidikan             : Sarjana
Pekerjaan             : PNS
Status Pernikahan         : Menikah
Alamat             : Kalirejo, Lampung Tengah
Hubungan dengan klien     : Istri
2.    Keluhan utama :
Nyeri hebat pada bagian perut
3.    Riwayat Kesehatan :
a.    Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 Mei 2012 akibat mengalami penyakit Ca. Colon. Klien datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh keluarganya melalui IGD, pada tanggal 5 Mei 2012, dengan keluhan nyeri pada abdomen, kram perut, pola defekasi bermasalah, sering sembelit, feses berwarna kehitaman dan kadang disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan cepat letih.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan, hanya saja tidak terlalu suka sayuran. + 4 tahun yang lalu klien pernah terkena penyakit thypoid sampai diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor namun tidak fatal. Keluarga klien mengatakan bahwa klien hampir setiap hari mengkonsumsi daging hewan, jarang makan sayur, dan klien mempunyai riwayat peminum / alkoholic.
c.    Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
4.    Basic Promoting physiology of Health
a.    Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Tn. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat di rumah dan berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit, klien hanya bisa berbaring di tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu oleh keluarganya.
b.    Tidur dan istirahat
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur malam karena klien jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur. Saat sakit lama tidur klien hanya 5 jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien, klien tampak lemah.
c.    Kenyamanan dan nyeri
Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan lebih terasa menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang saat klien beristirahat. Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah (dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut muka klien tampak menahan nyeri.
d.    Nutrisi
Sebelum sakit, frekuensi makan Tn. A tidak teratur dikarenakan kesibukan jam kerja yang mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg. Berat badan dalam 2 bulan terakhir turun drastis menjadi 57 kg. Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi klien yaitu daging hewan dan makanan cepat saji (sate & gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki pantangan terhadap makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal. Saat sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang habis karena klien mual, tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas & berminyak. Diet di rumah sakit adalah diet rendah lemak hewani dan tinggi serat. Kebutuhan pemenuhan nutrisi dibantu oleh keluarganya.
e.    Cairan, elektrolit, dan asam basa
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum klien + 2-3 gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis. Klien mendapat support IV Line jenis RL 20 tetes/menit.
f.    Oksigenasi
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien tidak batuk, klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
g.    Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi BAB klien sebelum sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning, konsistensi padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan.
Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, baru 1x selama dirawat di RS, feses berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah segar, berbau anyir.
h.    Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih. Klien tidak menggunakan kateter, kebutuhan pemenuhan ADL dengan bantuan keluarga.
i.    Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori, persepsi, dan kognitif




5. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a.    Keadaan Umum
Kesadaran klien composmentis, Vital Sign TD 110/90 mmHg, Nadi 70x/menit, irama reguler kekuatan sedang, Respirasi 26x/menit, irama regular, Suhu 36,50 C
b.    Kepala : kulit kepala normal, tidak ada hematoma, lesi atau kotor. Rambut mudah patah saat dicabut, hitam tanpa uban, dan bersih.
Mata : mata klien secara umum normal, bentuk simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera tidak ikterik, pupil dapat merespon terhadap cahaya, palpebra normal, tidak ada oedema. Lensa mata normal, jernih, visus mata kanan dan kiri normal. Tampak garis kehitaman pada kelopak mata klien bagian bawah.
Hidung : Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, polip, epistaksis, gangguan indera pencium, atau secret.
Mulut : Mulut klien normal, dimana gigi klien  normal, tidak ada lubang, dan tidak ada gigi palsu. Bibir klien kering, tidak stomatitis, dan tidak sianosis. Gusi klien berwarna merah, lidah klien tampak kotor.
Telinga : telinga klien simetris, bersih, dan tidak ada gangguan pendengaran.
Leher : leher klien normal, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada hematoma, tida ada lesi.
Tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri tekan, tidak hipremis, dan tidak ada pembesaran tonsil.
c.    Dada : bentuk dada klien normal
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada simetris. Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri. Perkusi : pulmo kanan dan kiri sonor. Auskultasi : vesikuler pada pulmo kanan dan kiri
Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak nampak. Palpasi : Ictus cordis teraba pada mid clavicula sic 5, Perkusi : menunjukkan batas jantung normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I (SI) di ruang intercosta V sebelah kiri, Bunyi jantung II (SII) di ruang intercosta II sebelah kanan, Bunyi jantung III (SIII) tidak ada, murmur tidak ada.
d.    Abdomen : inspeksi : bentuk agak cembung. Palpasi : adanya nyeri tekan pada    perut bawah. Auskultasi : peristaltik  permenit.
e.    Genetalia : Laki-laki : normal, tidak ada perdarahan.
f.     Rektum : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada prolaps, dan tidak ada tumor.
g.    Ekstremitas :
- atas : Kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif
- bawah : kekuatan otot ka/ki: 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif

Psiko sosio budaya dan spiritual :
Psikologis :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah gelisah. Cara mengatasi gelisahnya klien dihibur keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat baik, keluarga memberikan semangat kepada klien agar klien selalu berdo’a supaya cepat sembuh.
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah istirahat di rumah. Klien juga mengatakan sedikit cemas dengan penyakitnya. Klien takut akan perubahan status kesehatannya.
Sosial : 
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah sebagai anggota RT 5 Kalirejo. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah lingkungan yang kotor. Cara mengatasinya dengan melakukan kegiatan kerja bakti.
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya jawa. Kebudayaan yang dianut tidak merugikan kesehatannya.
Spiritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari sholat 5 waktu. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan adalah yasinan. Keyakinan klien tentang masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami : klien yakin akan dirinya pasti sembuh.

6. Pemeriksaan Penunjang
Tes Diagnostik : (05 Mei 2012)
Hematologi    Hasil    Nilai Normal    Interpretasi
Hb    11,5    12-18 g/dL    Turun
Ht/PVC    42    40-52%    Normal
Leukosit    7.000    4.000-10.000 /uL    Normal
Trombosit    253.000    150.000-450.000 /uL    Normal
Masa protrombin    13.0    11.0-17.0 detik    Normal

Radiologi :
  Foto colon ( Barium Enema)
  Colonoscopy
7.    Terapi Medis
•                Bed rest
•                IVFD RL 20 tetes/menit
•                Th/oral :
•                Th/inj :
•           Kemoterapi
•           Leukovorin
•           5-FU, Levamisol, Leuvocorin
•           Pembedahan / Laparaskopi

ANALISA DATA

Nama Klien     : Tn. A                No. Register         : 123
Umur         : 35 tahun            Diagnosa Medis     : Ca. Colon
Ruang Rawat     : Paviliun Asri 3        Alamat         : Kalirejo
TGL/JAM    DATA FOKUS    PROBLEM    ETIOLOGI
05/05/12
08.00 WIB    DS :
-        Klien mengatakan perutnya sangat sakit bagian bawah
-        Klien mengatakan perutnya bertambah sakit saat bergerak
-        Klien mengatakan nyeri hilang timbul
DO :
-        Klien tampak meringis kesakitan
-        Klien tampak gelisah
-        Skala nyeri klien 8
-        Klien tampak tidak nyaman dengan perutnya        Nyeri akut    Obstruksi tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ yang lain

06/05/12
13.00 WIB    DS :
-       Klien mengatakan nyeri pada daerah yang di insisi
-       Klien mengatakan tubuhnya masih lemah
DO :
-       Klien tampak lemah
-       Klien tampak menahan nyeri
-       Ekspresi wajah klien cemberut
-       Tampak kemerahan pada daerah bekas operasi      Nyeri akut    Agen cedera fisik (insisi pembedahan)

06/05/12
13.30 WIB
    DS :
-       Klien mengatakan gatal pada daerah yang di insisi
-       Keluarga klien mengatakan badan klien hangat
DO :
-       Daerah pembedahan tampak masih baru dan terfiksasi
-       Leukosit : 15.000 /Ul
-       Suhu : 37,5 C    Risiko infeksi








    Tindakan invasif, insisi post pembedahan

06/05/12
14.00 WIB

















06/05/12
15.00 WIB    DS
-       Klien mengatakan punggungnya terasa panas
-       Klien mengatakan susah bergerak
-       Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas secara mandiri
DO :
-       Klien terlihat berbaring di tempat tidur
-       Klien tampak terpasang kateter
-       Aktifitas klien terlihat dibantu keluarga
-       Klien tampak lemah
-       Tampak adanya luka insisi pada perut klien

DS :
-       Klien mengatakan tidak nafsu makan
-       Klien mengatakan tubuhnya lemas
-       Keluarga klien mengatakan klien belum memakan apapun pasca operasi
-       Klien mengatakan lidahnya terasa pahit
DO :
-       Klien tampak lemas
-       Bibir klien tampak kering & pucat
-       BB turun + 11 kg selama sakit
    Intoleransi aktifitas


















Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh     Kelemahan fisik


















Ketidakmampuan untuk mencerna makanan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (NANDA):
  Pre Operasi
Nyeri akut b.d obstruksi tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ yang lain
  Post Operasi
1.    Nyeri akut b.d agen cedera fisik (insisi pembedahan)
2.    Risiko infeksi b.d tindakan invasif, insisi post pembedahan
3.    Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk mencerna makanan





DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

LP DAN ASKEP KANKER LAMBUNG

A.    Pengertian Kanker Lambung
Kanker lambung merupakan bentuk neoplasma maligna gastrointestinal. Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6% dari semua kematian akibat kanker (Cancer Facts and Figures, 1991)
Kanker lambung adalah salah satu penyakit pembunuh manusia dengan jumlah kematian 14.700 setiap tahun.Kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrum lambung dan adenokarsinoma. Factor lain selain makanan tinggi asam yang menyebabkan insiden kanker lambung mencakup Inflamasi lambung, anemia pernisiosa, aklorhidria ( tidak adanya hidroklorida ). Ulkus lambung, bakteri H, plylori, dan keturunan.( Suzanne C. Smeltzer )
Kanker lambung atau tumor malignan perut adalah  suatu adeno karrsinoma .kanker ini menyebar ke paru –paru,nodus limfe dan hepar.faktor risiko meliputi gastritis atrofik kronis dengan metaplasia usus anemia pernisiosa ,konsumsi alkohol tinggi dan merokok .(Nettina sandra ,pedoman praktik keperawatan )
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi dilambung, sebagian besar adalah dari jenis adenokarsinoma.Jenis kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (Osteen, 2003). Kanker lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat keempat setelah kanker payudara, kanker serviks dan kanker kolorektal (Christian, 1999).

B.    Etiologi Kanker Lambung
Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai berikut:
1.  Faktor predisposisi
a. Faktor genetic
Sekitar 10% pasien yang mengalami  kanker lambung memiliki hubungan genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung.Adanya riwayat keluarga anemia pernisiosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada kanker lambung (Bresciani, 2003).


b. Faktor umur
Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70 tahun, tetapi sekitar 5 % pasien kanker lambung berusia kurang dari 35 tahun dan 1 % kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996)

2.  Faktor presipitasi
a. Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan.
Beberapa studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung. Kandungan garam yang masuk kedalam lambung akan memperlambat pengosongan lambung sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung memberi kontribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).
b. Infeksi H.pylori.
H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus duodenum dan 80% tukak lambung (Fuccio, 2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009).
c. Sosioekonomi.
Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker lambung, namun tidak spesifik.
d. Mengonsumsi rokok dan alkohol.
Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung (Gonzales, 2003)
e. NSAIDs.
Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung akan meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
f. Anemia pernisiosa.
Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin (vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor intrinsik sekresi lambung. Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan kontribusi penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung (Santacrose, 2008).

C.    Patofisiologi Kanker Lambung
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun(Sjamsuhidajat , 1997).
Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting, dibuktikan karsinoma lambung lebih sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gaster adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster(Sjamsuhidajat , 1997).
Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala karena lambung masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus dalam menyerap nutrisi makanan terganggu maka akan berpengaruh pada zat besi yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan anemia dan hal inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi(Sjamsuhidajat , 1997).
Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini lah yang menyebabkan nyeri tekan epigastrik(Sjamsuhidajat , 1997).
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan kelenjar limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat ikterus obstruktiva harus dicurigai adanya penyebaran di porta hepatik(Sjamsuhidajat , 1997).
Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan kuratif memberikan angka ketahanan hidup 5 tahun sampai 50 %. Bila telah ada metastasis ke kelenjar limfe angka tersebut menurun menjadi 10 %. Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan(Sjamsuhidajat , 1997).
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan mengangkat kelejar limfe regional dan organ lain yang terkena. Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang perforasi atau berdarah (Sjamsuhidajat , 1997).

D.    Klasifikasi Kanker Lambung
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat dibagi atas:
1.    Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2.    Tipe II (superficial type)
Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a. Tipe II.a. (Elevated type)
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung.Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
b. Tipe II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna mukosa.
c. Tipe II.c. (Depressed type)
Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik / perdarahan.
3.    Tipe III. (Excavated type)
Menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti tipe II c dan tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c.
Advanced gastric cancer (tumor ganas lanjut). Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
1.    Bormann I.
Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2.    Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular.Dasar ulkus terlihat nekrotik dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman.Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
3.    Bormann III.
Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat bats tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.
4.    Bormann IV
Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

4.   Manifestasi klinis Kanker Lambung
Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung.Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna.Gejala penyakit progresif dapat meliputi tidak dapat makan, anoreksia, dyspepsia, penurunan BB, nyeri abdomen, konstipasi, anemia dan mual serta muntah (Harnawati, 200, KMB).
Gejala klinis yang ditemui antara lain(Davey, 2005):
a.    Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakan defisiensi Fe mungkin merupakan keluhan utama karsinoma gaster yang paling umum.
b.    Penurunan berat badan, sering dijumpai dan menggambarkan penyakit metastasis lanjut.
c.    Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.
d.    Disfagia
e.    Nausea
f.    Kelemahan
g.    Hematemesis
h.    Regurgitasi
i.    Mudah kenyang
j.    Asites perut membesar
k.    Kram abdomen
l.    Darah yang nyata atau samar dalam tinja
m.    Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan

5.    Pemeriksaan diagnostik Kanker Lambung

1.    Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan jenis penyakit ini adalah endoskopi, endoskopi merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosa karsinoma gaster.Endoskopi dengan resolusi tinggi dapat mendeteksi perubahan ringan pada warna, relief arsitektur dan permukaan mukosa gaster yang mengarah pada karsinoma dini gaster (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema masih digunakan di Jepang sebagai protokol untuk skrinning, bila kemudian dijumpai kelainan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi (Lumongga, 2008).   

2.    Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi pada gaster dilakukan melalui sitologi brushing. Pada keadaan normal, tampak kelompok sel-sel epitel superfisial yang reguler membentuk gambaran seperti honey comb. Sel-sel ini mempunyai inti yang bulat dengan kromatin inti yang tersebar merata (Lumongga, 2008).
Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sedikit membesar.Pada karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun sedikit berkelompok yang irreguler, inti sel membesarn hiperkromatin dan mempunyai anak inti yang multipel atau pun giant nukleus (Lumongga, 2008).
Pemeriksaan sitologi brushing ini jika dilakukan dengan benar, mempunyai nilai keakuratan sampai 85% tetapi bila pemeriksaan ini dilanjutkan dengan biopsi lambung maka nilai keakuratannya dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).

3.    Pemeriksaan makroskopis
Secara makroskopis ukuran karsinoma dini pada lambung ini terbagi atas dua golongan, yaitu tumor dengan ukuran < 5 mm, disebut dengan minute dan tumor dengan ukuran 6 – 10 mm disebut dengan small (Lumongga, 2008).
Lokasi tumor pada karsinoma lambung ini adalah pylorus dan antrum (50-60%), curvatura minor (40%), cardia (25%), curvatura mayor (12%).Paling banyak terjadi karsinoma lambung pada daerah daerah curvatura minor bagian antropyloric (Lumongga, 2008).

    4.    Pemeriksaan laboratorium (Hamsafir, 2010)
Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat perlukaan pada dinding lambung.LED meningkat.Fractional test meal à ada aklorhidria pada 2/3 kasus kanker lambung.Elektrolit darah dan tes fungsi hati àkemungkinan metastase ke hati.

             5.    Radiologi (Hamsafir, 2010) :
a.    Foto thorax : dipakai untuk melihat metastase Paru.
b.    Barium Meal Double-contrastàadditional defect, iregularitas mukosa → tumor primer atau penyebaran tumor ke esofagus/ duodenum.
c.    Ultrasonografi abdomen → untuk mendeteksi metastase hati.
d.    CT scan atau MRI pada thorax, abdomen, dan pelvis → lihat ekstensi tumor transmural, invasi keorgan dan jaringan sekitar, metastasis kelenjar, asites.Untuk menilai proses penyebaran tumor seperti : menilai keterlibatan serosa, pembesaran KGB dan metastase ke hati dan ovarium.
6.    CT Staging pada karsinoma lambung (Hamsafir, 2010) :
1)    Stage I   :  Massa intra luminal tanpa penebalan dinding.
2)    Stage II  :  Penebalan  dinding lebih dari 1 cm.
3)    Stage III : Invasi langsung ke struktur sekitarnya.
4)    Stage IV : Penyakit telah bermetastase.
7.    Endoskopi dan Biopsi (Hamsafir, 2010) :
a.    Sebagai Gold Standar pemeriksaan malignitas gaster.
b.    Ultrasound Endoskopi → kedalaman infiltrasi tumor & melihat pembesaran limf.selika dan perigastrik (> 5mm).




6.    Komplikasi Kanker Lambung

a.    Perforasi
Dapat terjadi perforasi akuta dan perforasi kronika
1.    Perforasi akut
AIRD 1935 menjumpai 35 penderita demean perforasi akut yang terbuka dari karsinoma ventrikuli. Yang sering terjadi perfirasi yaitu: tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura minor, diantrium dekat pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip demean perforasi dari ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria (Hadi, 2002).
2.    Perforasi kronika
Perforasi yang terjadi sering tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh omentum atau bersifat penetrasi.Biasanya lebih jarang dijumpai jika dibandingkan dengan komplikasi dari ulkus benigna.Penetrasi mungkin dijumpai antara lapisan omentun gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati.Yang sering terjadi yaitu perforasi dan tertutup oleh pancreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik fistula (Hadi, 2002).

b.    Hematemesis
Hematemesis yang masif dan melena terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli yang gejala-gejalanya mirip seperti pada perdarahan massif maka banyak darah yang hilang sehingga timbullah anemia hipokromik(Hadi, 2002).

c.    Obstruksi
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah (Hadi, 2002).

d.    Adhesi
Jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut (Hadi, 2002)
7.    Penatalaksanaan Kanker Lambung
Tidak ada pengobatan yang berhasil menangani karsinoma lambung kecuali mengangkat tumornya.Bila tumor dapat diangkat ketika masih terlokalisasi di lambung, pasien dapat sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang tidak dapat dieksisi secara bedah penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk mencegah gejala seperti obstruksi, dapat diperoleh dengan reseksi tumor.
Bila gastrektomi subtotal radikal dilakukan, punting ambung dianastomosisikan pada jejunum, seperti pada gastrektomi ulkus. Bila gastrektomi total dilakukan kontinuitas gastrointestinal diperbaiki dengan anastomosis diantara ujung esophagus dan jejunum. Bila ada metastasis pada organ vital lain, seperti hepar, pembedahan dilakukan terutama untuk tujuan paliatif dan bukan radikal.Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan gejala obstruksi dan disfagia.
Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan, pengobatan dengan kemoterapi dapat memberikan control lanjut terhadap penyakit atau paliasi.Obat kemoterapi yang sering digunakan mencakup kombinasi 5-fluorourasil (5FU), Adriamycin, dan mitomycin-C.Radiasi dapat digunakan untuk paliasi pada kanker lambung.( brunner& suddart, 2001)















ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER LAMBUNG

A.    Pengkajian
Perawat mendapatkan riwayat diet dari pasien yang memfokuskan pada isu seperti masukan tinggi makanan asap atau diasinkan dan masukan buah dan sayuran yang rendah. Apakah pasien mengalami penurunan BB, jika ya seberapa banyak.
Apakah pasien perokok?Jika ya seberapa banyak sehari dan berapa lam?Apakah pasien mengeluhkan ketidaknyamanan lambung selama atau setelah merokok?Apakah pasien minum alcohol?Jika ya seberapa banyak?Perawat menanyakan pada pasien bila ada riwayat kleuarga ttg kanker.Bila demikian anggota keluarga dekat atau langsung atau kerabat jauh yang terkena?Apakah status perkawinan pasien?Adakah seseorang yang dapat memberikan dukungan emosional?
Selama pemeriksaan fisik ini dimungkinkan untuk melakukan palpasi massa. Perawat harus mengobservasi adanya ansites. Organ diperiksa untuk nyeri tekan atau massa. Nyeri biasanya gejala yang lambat.( Brunner& Suddart, 2001)

1.    Anamnesis (Hamsafir, 2010) :
a.     Nyeri
b.      Penurunan Berat badan.
c.       Muntah
d.      Anoreksia
e.       Disfagia
f.       Nausea
g.      Kelemahan
h.      Hematemasis
i.        Regurgitasi
j.        Mudah kenyang
k.      Asites ( perut membesar)
l.        Keram abdomen
m.    Darah yang nyata atau samar dalam tinja
n.      Pasien mengeluh rasa tidak enak pada perut terutama sehabis makan.


2.  Pemeriksaan Fisik (Hamsafir, 2010) :
a)    Status hemodinamik : tekanan darah, nadi, akral dan pernafasan
b)    Berat badan kurang, kaheksia,  konjungtiva kadang–kadang anemis
c)    Pemeriksaan Abdomen daerah epigastrium dapat teraba massa, nyeri epigastrium. Pada keganasan dapat ditemukan hepatomegali, asites.
d)    Bila ada keluhan melena, lakukan pemeriksaan colok dubur.
e)    Keganasan → cari pembesaran kelenjar supraklavikula (Virchow’s node), kelenjar aksila kiri (Irish’s node), ke umbilikus (Sister Mary Joseph’s node), teraba tumor daerah pelvis cul-de-sac pada pemeriksaan colok dobur (Blumer’s shelf), pembesaran ovarium (Krukenberg’s tumor)

B.    Diagnosa Keperawatan

1.    Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal, gangguan impuls saraf lambung
2.    Nutrisi kurang dari kebutuhanb/d anoreksia
3.    Ansietas b/d keganasan penyakit stadium lanjut
4.    Resiko infeksi b/d insisi bedah
5.    Resiko berisihan napas tidak efektif b.d penumpukan secret

C.      Intervensi

1.    Nyeri b/d adanya sel epitel abnormal.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri berkurang , terkontrol.
Kriteria hasil :
•    Pasien tidak tampak meringi
•    Skala nyeri 0 ( tidak nyeri)
•    Pasien tampak lebih rileks

Intervensi :   
Kaji karakteristik nyeri dan ketidaknyamanan; lokasi, kualitas frekuensi, durasi,dsb.
Rasional: memberikan dasar untuk mengkaji perubahan tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.


Intervensi:
Tenangkan pasien bahwa anda mengetahui bahwa nyeri yang dirasakan adalah nyata dan bahwa anda kan membantu pasien dalam mengurangi nyeri tsb.
Rasional:
Rasa takut dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.

Intervensi:
Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk meningkatkan peredaran nyeri optimal dalam batas resep dokter.
Rasional:
Cenderung lebih efektif ketika diberikan dini pada siklus nyeri.

Intercensi:
Ajarkan pasien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamnan dengan distraksi, imajinasi, relaksasi.
Rasional:
Meningkatkan strategi pereda nyeri alternative secara tepat.

2.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
•    Klien akan mempertahankan masukan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme
•    Nafsu makan meningkat
•    Tidak terjadi penurunan berat badan

Intervensi:
Ajarkan pasien hal-hal sbb : hindari pandangan, bau, bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan didalam lingkungan selama waktu makan.
Rasional:
anoreksia dapat distimulasi atau ditingkatkan dengan stimuli noksius.


Intervensi:
Sarankan makan yang disukai dan yang ditoleransi dengan baik oleh pasien, lebih baik lagi makanan dengan kandungan tinggi kalori/protein. Hormati kesukaan makanan berdasarkan etnik.
Rasional:
makanan kesukaan yang dioleransi dengan baik dan tinggi kandungan kalori serta proteinnya akan mempertahankan status nutrisi selama periode kebutuhan metabolic yang meningkat.

Intervensi:
Berikan dorongan masukan cairan yang adekuat, tetapi batasi cairan pada waktu makan.
Rasional:
tingkat cairan diperlukan untuk menghilangkan produk sampah dan mencegah dehidrasi.

Intervensi:
Meningkatkan kadar cairan bersama makanan dapat mengarah pada keadaan kenyang. Pertimbangkan makanan dingin, jika diinginkan.
Rasional:
makanan dingin tinggi kandungan protein sering lebih dapat ditoleransi dengan baik dan tidak berbau dibanding makanan yang panas.

Intervensi:
Kolaboratif pemberian diet cair komersial dengan cara pemberian makan enteral melalui selang, diet makanan elemental/makanan yang diblender melalui selang makan silastik sesuai indikasi.
Rasional:
pemberian makanan melalui selang mungkin diperlukan pada pasien yang sangat lemah yang sistem gastrointestinalnya masih berfungsi

3.     Ansietas b/d keganasan penyakit stadium lanjut
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan ansietas klien menurun.
Kriteria hasil :
•    Klien lebih rileks
•    Nadi normal
•    Tidak terjadi peningkatan respirasi
Intervensi:
Berikan lingkungan yang rileks dan tidak mengancam.
Rasional:
pasien dapat mengekspresikan rasa takut, masalah, dan kemungkinan rasa marah akibat diagnosisi dan prognosisi.

Intervensi:
Berikan dorongan partisipasi aktif dari pasien dan keluarganya dalam keputusan perawatan dan pengobatan.
Rasional:
untuk mempertahankan kemandirian dan kontrol pasien.

Intervensi:
Anjurkan pasien mendiskusikan perasaan pribadi dengan orang pendukung misalnya rohaniawan bila diinginkan.
Rasional:
menfasilitasi proses berduka dan perawatan spiritual.
















DISCHART PLANNING

Perawatan Umum Pasca Operasi
Pengamatan - aktivitas penting dalam perawatan. Mengamati yang dimaksudkan adalah menguasai secara pasti konten perawatan perkembangan atau perubahan penyakit, adalah premis efektif melaksanakan berbagai perawatan dan kegiatan seluruh perawatan.
Setiap pasien secara akurat memiliki perbedaan tidak hanya dari penyakit, tetapi juga sebelum operasi, media intraoperatif yang tidak sepenuhnya sama, perubahan kondisi pasca operasi pun sangat berbeda, oleh karena itu, hanya melalui observasi konstan dan cermat terhadap reaksi kondisi pasien, barulah dapat dengan baik menguasai kondisi penyakit pasien, tepat waktu melakukan perawatan dan pengobatan yang tepat. Para perawat dan dokter mengamati indikator untuk mengukur kesehatan tubuh fisik dan mental, termasuk suhu, denyut nadi, respirasi, dan tekanan darah. Perlu disebutkan di sini bahwa untuk menjaga pasien setelah operasi, di samping untuk pasien sakit kritis khusus atau diperlukan perawat yang menjaga 24 jam penuh untuk mengamati kuman, yang paling umum biasanya anggota keluarga atau kerabat yang menemani pasien akan memainkan peran yang sangat penting dalam rehabilitasi pasien.

Perawatan Luka Setelah Operasi
Setelah operasi, luka anda akan ditutup dengan dressing occlusive. Setiap beberapa hari akan diganti, dan luka dibersihkan. Luka infus akan tetap sampai tidak ada lagi cairan yang dimasukkan. Jika kateter ini melekat dengan tabung maka hari harus diganti setiap hari. Biasanya pipa pembuangan dikeluarkan 3-7 hari setelah operasi, tapi jahitan setidaknya sepuluh hari setelahnya.

Bangun dari tempat tidur setelah operasi
Pada awalnya, dan memindahkan tubuh tampaknya tidak mungkin. Perlahan-lahan, aktivitas fisik aktif akan baik bagi Anda, tetapi melakukannya langkah demi langkah. Setelah operasi, terapis akan datang dan membantu melatih mengatur pernapasan Anda dan latihan kaki.
Satu sampai dua hari setelah operasi, perawat akan mengajak anda untuk bangun dari tempat tidur, dan duduk di kursi. Meskipun tubuh masih terdapat berbagai infus dan botol infus, tetapi perawat akan membantu Anda melakukannya. Beberapa hari berikutnya, tabung dan botol secara bertahap akan dikeluarkan, berjalan dan bergerak akan relatif lebih mudah, Anda akan merasakan tubuh Anda mulai untuk pulih.

Diet Pasca-operasi
Bila Anda tidak bisa makan, dokter akan menggunakan intravena nutrisi, untuk tubuh anda yang membutuhkan berbagai suplemen gizi. Setelah itu, Anda bisa mulai dari minuman, secara bertahap melanjutkan makan.Tunggu setelah makan dapat normal, dapat makan protein lebih tinggi, asupan makanan tinggi serat. Makanan tinggi protein seperti susu, telur, ikan, daging, unggas, kedelai kategori produk, makanan berserat tinggi seperti hati hewan, wortel, tomat, lemon, buah, dll, terutama makanan anti-kanker seperti wortel , jamur, jamur, kacang-kacangan, ergot, hari lily, asparagus, kura-kura bisa makan lebih banyak.
Setelah operasi, karena tubuh masih lemah, di bawah diet premis yang wajar, Anda juga dapat memilih untuk memenuhi perawatan medis, dalam rangka mempercepat pemulihan tubuh. Memilih pengobatan tradisional China, sedapat mungkin sesuai dengan perintah dokter, memilih analgesik anti-inflamasi pengobatan China yang memiliki khasiat lebih baik, untuk meningkatkan tingkat penyerapan seseorang, meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah kekambuhan kanker.











STUDI KASUS
Gastric Cancer – A Case Study
Case History
Mr Tan, a 60 year old Chinese gentleman and a smoker, came to see me for ‘gastric’ pains associated with food on and off for the past 20 years and loss of weight over the past one year. But he had never seen a doctor. He was well, but thin. Examination of his abdomen revealed a firm lump where his stomach was. I recommended that he undergo urgent Gastroscopy, which revealed that he had a 5 cm malignant gastric ulcer in the lower part of his stomach. He also had Helicobacter pylori infection in his stomach.
Is Mr Tan’s gastric cancer common?
Stomach or gastric cancer is the 4th most common cause of cancer worldwide, but because it is frequently fatal, it is the 2nd most common cause of cancer death. It is more common in men and in developing countries. Gastric cancer can be divided into those in the upper stomach (proximal type) and lower stomach (distal type). Whereas the distal type is becoming less common, the proximal type is making up for this by becoming more common. Distal gastric cancer predominates in developing countries and in lower socio-economic groups, whereas proximal tumors are more common in developed countries and in higher socio-economic classes.
What are the risk factors for gastric cancer?
Men are more prone to gastric cancer than women. Mr Tan had Helicobacter pylori infection in his stomach and has probably had it for many decades, undetected. This bacterial infection causes chronic gastritis or persistent inflammation of the lining of the stomach and this is believed to be a direct cause of up to 80% of distal gastric cancers. Dietary risk factors are believed to include a high salt diet and preserved foods. There is a degree of genetic risk. Smoking and Blood group A are also associated with an increased risk as are people from lower social economic groups. A disease of the stomach called Pernicious Anaemia can also lead to gastric cancer. Severe acid reflux disease is associated with proximal gastric cancers. Those with some types of hereditary colonic polyps also have a higher risk.
Should everyone go for screening gastroscopy?
Although gastric cancer is more likely to be diagnosed in an older person, there is no evidence in most countries that routine endoscopic screening of the stomach makes any difference. The single exception is Japan which has the highest incidence of gastric cancer in the world, where routine screening has shown survival benefit. When patients come for screening colonoscopy for colon cancer (which is highly recommended at the age of 50 for average risk individuals), it makes sense to have gastroscopy at the same time to screen the stomach.
Then how could Mr Tan have had his cancer detected much earlier than this?
Unfortunately early gastric cancer has no symptoms and this is the reason why it is often diagnosed late and at an incurable stage. However, if there are symptoms such as upper abdominal discomfort or pain which persists, then investigations should be done. It is more urgent to be tested when there are ‘alarm symptoms’ such as loss of appetite and weight, vomiting, difficulty swallowing, vomiting of blood or passage of blood as black tarry stools. These are all symptoms of advanced disease. If Mr Tan had been investigated much earlier for his long-standing symptoms, perhaps his gastric cancer might have been found earlier. Even if there had not been a cancer then, but Helicobacter pylori was discovered years earlier, eradicating this infection with antibiotics might have reduced his chance of developing cancer.
What food, drink or other lifestyle habits could Mr Tan have avoided to prevent gastric cancer?
There is no absolute proof that food and drink are directly related to gastric cancer. However some studies suggest that a healthy diet with a lot of fresh fruits and vegetables while avoiding excessive salt and preserved food might be helpful. Smokers should certainly consider stopping. Anti-oxidants such as vitamin C and E have potential but unproven protective benefit. For patients with acid reflux, obesity should be avoided and alcohol makes reflux worse and therefore avoiding excessive alcohol could help prevent proximal cancers.
What tests did Mr Tan go through to detect his gastric cancer?
I performed Gastroscopy, which is the examination of the oesophagus, stomach and duodenum (first part of the small intestine) by means of a long flexible and steerable tube with lights and camera and the ability to pass small instruments through it to take biopsies or perform other minor surgical procedures. This is a very comfortable examination under sedation and allows the Endoscopist direct vision of the lining of the stomach. Cancers are often seen as large, deep ulcers with rolled and irregular edges. Early gastric cancers which are much more curable are seen as shallow or slightly protuberant lesions. Biopsies must be done to confirm the suspected diagnosis. At the same time a special test can be done to detect Helicobacter pylori infection. I also sent Mr Tan for a chest x-ray, and a PET-CT scan (Positron Emission plus Computerised Tomograms) to see if the cancer had spread to other parts of the body.
How was Mr Tan treated and what was his progress?
Very early cancers that are very superficial may nowadays be completely removed by Endoscopic Mucosal Dissection, that is stripping off the lining of the stomach containing the cancer through a Gastroscope. However, Mr Tan was found to have advanced cancer with secondary cancer in the liver and lungs. I therefore assembled a team of Surgeon, Oncologist and Radiotherapist to help me treat Mr Tan. The primary cancer was removed by surgery to prevent blockage in the stomach – partial removal of the stomach (sub-total gastrectomy). He had very few consequences of losing part of his stomach – he had to take smaller, more frequent meals and had to take iron and vitamin supplements, but he was otherwise able to eat reasonably well after surgery. Mr Tan also had chemotherapy and radiotherapy to try to remove cancer in other parts of the body. His prognosis unfortunately is guarded. Fewer than one in 10 patients like Mr Tan will survive at least 5 years. However if gastric cancer is found very early, up to 9 out of 10 patients survive at least 5 years.
I performed Gastroscopy, which is the examination of the oesophagus, stomach and duodenum (first part of the small intestine) by means of a long flexible and steerable tube with lights and camera and the ability to pass small instruments through it to take biopsies or perform other minor surgical procedures. This is a very comfortable examination under sedation and allows the Endoscopist direct vision of the lining of the stomach. Cancers are often seen as large, deep ulcers with rolled and irregular edges. Early gastric cancers which are much more curable are seen as shallow or slightly protuberant lesions. Biopsies must be done to confirm the suspected diagnosis. At the same time a special test can be done to detect Helicobacter pylori infection. I also sent Mr Tan for a chest x-ray, and a PET-CT scan (Positron Emission plus Computerised Tomograms) to see if the cancer had spread to other parts of the body.
How was Mr Tan treated and what was his progress?
Very early cancers that are very superficial may nowadays be completely removed by Endoscopic Mucosal Dissection, that is stripping off the lining of the stomach containing the cancer through a Gastroscope. However, Mr Tan was found to have advanced cancer with secondary cancer in the liver and lungs. I therefore assembled a team of Surgeon, Oncologist and Radiotherapist to help me treat Mr Tan. The primary cancer was removed by surgery to prevent blockage in the stomach – partial removal of the stomach (sub-total gastrectomy). He had very few consequences of losing part of his stomach – he had to take smaller, more frequent meals and had to take iron and vitamin supplements, but he was otherwise able to eat reasonably well after surgery. Mr Tan also had chemotherapy and radiotherapy to try to remove cancer in other parts of the body. His prognosis unfortunately is guarded. Fewer than one in 10 patients like Mr Tan will survive at least 5 years. However if gastric cancer is found very early, up to 9 out of 10 patients survive at least 5 years.