Jumat, 28 Maret 2014

HIV/AIDS PADA IBU HAMIL



DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1
B.     RUMUSAN MASALAH................................................................................................ 2
C.     JUTUAN PENULISAN.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
I.       KONSEP HIV/AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN
A.    Pengertian................................................................................................................... 4
B.     Etiologi....................................................................................................................... 5
C.     Manifestasi Klinis....................................................................................................... 6
D.    Patofisiologi................................................................................................................ 7
E.     Penularan HIV dari Ibu ke Bayinya........................................................................... 7
F.      Factor Resiko............................................................................................................ 10
G.    Pemeriksaan Penunjang............................................................................................. 11
H.    Penatalaksanaan........................................................................................................ 12
I.       Pencegahan............................................................................................................... 13
II.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL
A.    Pengkajian................................................................................................................. 15
B.     Diagnose keperawatan.............................................................................................. 16
C.     Perencanaan.............................................................................................................. 16
D.    Evaluasi..................................................................................................................... 21
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN.............................................................................................................. 23
B.     SARAN.......................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 24
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan kami Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui informasi tentang penyakit HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya,  Februari 2014











BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
Sejak ditemukannya infeksi human immunodeficiency virus (HIV) pada tahun 1982, penelitian semakin banyak dilakukan dan ternyata hasilnya sangat mengejutkan dunia. Terdapat sekitar lima jenis HIV dengan bentuk infeksi terakhir disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yaitu kondisi hilangnya kekebalan tubuh sehingga member kesempatan berkembangnya berbegai bentuk infeksi dan keganasan, kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya. Dengan hilangnya semua kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah menjadi tempat pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.
Penelitian telah dilakukan sejak HIV pertama kali ditemukan, tetapi sampai saat ini obatnya belum ditemukan sehingga bila terinfeksi virus HIV berarti sudah menuju kematian. Obat yang tersedia sekedar untuk mempertahankan atau memperpanjang usia, bukan untuk membunuh virus HIV.
Orang-orang yang terinfeksi positif  HIV yang mengetahui status mereka mungkin dapat memberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan antara orang yang yang berisiko membawa HIV sero-positif sebagai super infeksi, penularan infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan dapat membuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas bahwa banyak pasangan yang harus didorong untuk melakukan tes HIV untuk memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkin terinfeksi karena pernah memiliki hubungan seksual denga seseorang yang telah diuji dan ditemukan sero-positif HIV.
Komunikasi seksualitas antara orangtua dan anak telah diidentifikasi sebagai factor pelindung untuk seksual emaja dan kesehatan reproduksi, termasuk infeksi HIV. Meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi remaja merupakan prioritas dunia. Intervensi yang bertujuan untuk menunda perilaku seksual, mengurangi jumlah pasangan seksual dan meningkatkan penggunaan kondom. Dari penelitian yang dilakukan di negara berkembang  menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas memiliki potensi untuk memberikan dampak positif pada pengetahuan, sikap, norma dan niat, meskipun mengubah perilaku seksual sangat terbatas.
Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di semua pengaturan perawat klinis. Setiap perawat harus memiliki perawatan klinis. Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tantang pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada orang-orang dengan atau berisiko untuk HIV.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Konsep HIV/IADS pada ibu hamil/perempuan
a.       Apa yang dimaksud HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
b.      Apa penyebab HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
c.       Sebutkan menifestasi klinis HIV/AID pada perempuan/ibu hamil?
d.      Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
e.       Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
f.       Apa faktor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
g.      Sebutkan pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
h.      Sebutkan penatalaksanaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
i.        Bagaimana pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?
j.        Bagaimana sikap dan pertolongan persalinan pada perempuan/ibu hamil?
2.      Konsep asuhan keperawatan pada klien HIV/AIDS pada ibu hamil/perempuan
a.       Bagaimana asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil?

k.      TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan umum
Untuk mengetahui penyakit HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil dan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil.
2.      Tujuan khusus
a.       Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
b.      Untuk mengetahui penyebab/etiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
c.       Untuk mengetahui menifestasi klinis HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
d.      Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
e.       Untuk mengetahui cara penularan HIV/AIDS
f.       Untuk mengetahui factor risiko HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
g.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
h.      Untuk mengetahui penatalaksaan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
i.        Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil
j.        Untuk mengetahui sikap dan pertolongan persalinan
k.      Untuk mengetahui Asuhan keperawatan HIV/AIDS pada perempuan/ibu hamil


















BAB II
PEMBAHASAN

I.       KONSEP HIV AIDS PADA IBU HAMIL/PEREMPUAN
A.  Pengertian
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan  tubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15tahun untuk orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS, obat antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut. (Kamus kedokteran Dorlan, 2002).
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Menurut Center for Disease Control and Prevention).
Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus (HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada wanita yang tidak hamil.
Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena.
            Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih  muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.

B.     Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Muman Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infeksius yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut..
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1.       Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).
2.       Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3.       Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
4.       Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5.      Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.

C.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1.       Manifestasi Klinis Mayor
a.  Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Kehilangan napsu makan.
d. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan.
e. Berkeringat.
2.       Manifestasi Klinis Minor
a. Batuk kronis
b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida Albicans
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh



D.    Patofisiologi
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang istri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.
Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4 sel terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse transcriptase, yang mampu membentuk DNA ganda. Standar DNA ganda ini mampu masuk sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan DNA inti sel yang asli. DNA virus dapat membentuk RNA yang terinfeksi dan RNA yang akan membawa tanda (berita) sehingga dapat membentuk protein.
Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, makrofag, dan sumber pembentuk sum-sum tulang tertentu. Secara intraseluler, virus dapat memecah diri sehingga setelah selnya hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru yang akan menyerang sel lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah-ubah, sesuai dengan sel yang diserangnya sehingga sulit untuk membuat antibody atau antigen agar mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih sulit untuk dibuat sampai saat ini.

E.     Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya
Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV ke suaminya sejumlah 8%. Namun penelitian lain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri ke suami dianggap sama.
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode :
1.      Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a.       Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama kehamilan.
b.      Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu.
c.       Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d.      Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2.      Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
a.       Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi lainnya).
b.      Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan darah ibu misalnya, episiotomi.
c.       Anak pertama dalam kelahiran kembar
3.      Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI. Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui ASI tergantung dari:
a.       Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b.      Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu dan infeksi payudara lainnya.
c.       Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d.      Status gizi ibu yang buruk.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1.      Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a.       Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
b.      Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.


2.      Transmisi Non Seksual
a.       Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
1)      Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
b.      Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

F.     Faktor Resiko
Semula diperkirakan factor risiko infeksi HIV hanya homoseksual, dan pengguna narkoba yang menggunakan suntikan terinfeksi, tetapi jumlahnya semakin besar. Infeksi HIV terutama menyerang sel T limfosit dan system saraf pusat. Cara masuknya ke dalam sel mulai dengan ikatan reseptornya pada sel lomfosit dan diikuti rusaknya inti kemudian memecahkan dirinya menjadi beberapa virus HIV. Secara berabtai, virus HIV kembali akan menyerang sel lomfosit CD4 sehingga akhirnya terjadi penurunan daya tahan tubuh secara menyeluruh dan disebut acquired immunodefeciency syndrome (AIDS).
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
1.      Janin dengan ibu yang terjangkit HIV
2.      Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3.      Pekerja seks komersial
4.      Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin


G.    Pemeriksaan Penunjang
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat menunjukkan tes negatif pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody bayi dan ibu.
1.      Pemeriksaan histologis, sitologis urin , hitung darah lengkap, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi.
2.      Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
3.      Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
4.      Tes Antibodi
a.       Tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.
b.      Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
c.       Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
d.      Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
e.       Pendeteksian HIV.
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).
Antibody yang ditimbulkan oleh infeksi HIV terjadi sejak infeksi berusia 2-3 bulan. Antibody ini akan masuk melalui plasenta menuju janin.Infeksi langsung pada janin mulai sejak usia 13 minggu dengan mekanisme yang tidak diketahui. Infeksi ini disebut sebagai infeksi vertical karena berlangsung semasih intrauterin. Cara infeksi lainnya pada bayi adalah saat pertolongan persalinan karena melalui jalan lahir dengan cairannya yang penuh dengan virus HIV.


H.    Penatalaksanaan
Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian makanan untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian  makanan bayi dalam konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus, telah dilaporkan bahwa antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara signifikan dapat  mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin dapat memberi makan  bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini. Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk meningkatkan peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV.
Dimana otoritas nasional mempromosikan  pemberian ASI dan ARV, ibu yang diketahui terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka setidaknya  sampai usia 12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak boleh digunakan kecuali jika dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat yang bisa dipilih untuk negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu saat persalinan diberikan 200mg dosis tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan 300mg setiap jam selama persalinan berlangsung.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
1.      Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase.
3.      Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses nya. Obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
4.      Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV.
6.      Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7.      Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

I.       Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1.       Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
2.      Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
























II.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIV/AIDS PADA IBU HAMIL
A.    Pengkajian
1.      Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan
a.       Identitas pasien
b.      Riwayat Kesehatan
1)      Masa lalu
2)      Sekarang
c.       Menstruasi
d.      Reproduksi
e.       Keluhan Utama
f.       Data Psikologi
Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Breating
Kaji pernafasan ibu hamil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalr pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.
b.      Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
c.        Brain
Tingkat kesadaran ibu hamil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu hamil.
d.      Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada ibu hamil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
e.       Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemihan. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.
f.       Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

B.     Dignosa Keperawatan
1.      Resiko     tinggi infeksi berhubungan dengan    imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
2.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).
3.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi.
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.

C.    Perencanaan
1.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi, tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari kondisi infeksi.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      pasien dan orang terdekat sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.

Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2.      Berikan lingkungan bersih dan berventilasi.
Mengurangi patogen pada system imun.
3.      Pantau TTV, terutama suhu.
Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi.
4.      Selidiki keluhan sakit kepala, kaku leher, perubahan penglihatan.
Ketidak normalan neurologis umum dan mungkin di hubungkan dengan HIV ataupun infeksi sekunder.
5.      Bersihkan kuku setiap hari. Dikikir lebih baik daripada dipotong dan hindari memotong kutikula.
Mengurangi resiko tranmisi bakteri pathogen melalui kulit.
6.      Periksa adanya luka/lokasi alat invasif, perhatikan  tanda-tanda inflamasi/infeksi local. 

Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
7.      Bersihkan percikan cairan tubuh/darah dengan larutan pemutih.
Mengontrol mikroorganisme pada permukaan kertas.
Kolaborasi
8.      Patau studi laboratorium. Mis. Periksa darah, urin, sputum dan lain-lain.

Dilakukan untuk mengidentifikasi demam.
9.      Berikan antibiotik, antijamur dan anti mikroba. Seperti pentamidin atau AZT/retrovir.
Mengahambat proses infeksi.

2.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ).
Tujuan : Mempertahankan massa otot yang adekuat dan mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
Kriteria hasil : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Kaji kemampuan mengunyah, merasakan, dan menelan.

lesi mulut, tenggorokan, dan esophagus dapat menyebabkan disfagia (penurunan kemampuan mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan).
2.      Aukultasi bising usus.
Hipermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan di hubungkan dengan muntah dan diare, yang mempengaruhi pilihan diet.
3.      Timbanng berat badan sesuai kebutuhan.
Indicator kebutuhan nutrisi/pemasukan yang adekuat.
4.      Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/mual, lesi oral, penegeringan mukosa, dan halitosis. Mulut yang bersih akan meningkatkan napsu makan.
5.      Kaji obat-obatan tehadap efek samping nutrisi.
profilaktik dan obat-obatan terapeutik mungkin memiliki efeksamping, misalnya AZT (pengubah rasa, mual/muntah).
6.      Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
Dapat meningkatkan napsu makan dan rasa sehat.
7.      Dorong pasien duduk pada saat makan.
Mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
Kolaborasi
8.      Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium. Misalnya glukosa, protein dan albumin.

Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
9.      Pasang/pertahankan selang NGT sesuai petunjuk.
Mungkin diperlukan unntuk mengurangi mual/muntah atau untuk pemberian makan per selang.
10.  Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/gizi.
Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.
11.  Berikan obat-obatan sesuai petujuk, misal:
Suplemen makanan.

Antiemetik (metoklopramid)


Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan.
Menguraningi insiden muntah, meningkatkan fungi gaster.

3.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi, kejang abdomen dan infeksi.
Tujuan : Nyeri dapat diatasi dan hilang.
Kriteria hasil : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (skala 0-10), frekuensi dan waktu.

Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.      Berikan aktivitas hiburan, misalnya membaca, menonton TV dan berkunjung.
Memfokuskan kembali perhatian, mungkin dapat meingkatkan kemampuan untuk mennanggulangi.
3.      Lakukan tindakan paliatif, misalnya pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
4.      Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin IV selama 20 menit setelah pemberian.
injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril.
5.      Instruksikan melakukan relaksasi progresif dan teknik napas dalam.
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik analgesic.
6.      Berikan perawatan oral.
Ulserasi/lesi mungkin menyebabkan ketidaknyamanan yang sangat.
Kolaborasi
7.      Berikan analgesic/antipiretik narkotik. Gunakan ADP untuk memberikan analgasik 24 jam.

Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman dan mengurangi demam.

4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin.
Tujuan : Pasien mengetahui pengertian, penyebab, akibat dan penatalaksanaan penyakit HIV dan AIDS.
Kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan, melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan perawatan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Berikan informasi mengenai system/respon imun normal dan bagaimana efek dari HIV, penyebaran virus, factor yang diyakini dapat meningkatkan kemungkinan progresifitas penyakit.

Pasien perlu waspada terhadap resiko bagi dirinya sendiri sama seperti resiko bagi bayi dan orang lain disekitarnya.
2.      Berikan informasi yang realistis optimis selama kontak dengan pasien.
Perlu untuk memberikan harapan yang realistis, untuk mengurangi resiko bunuh diri.
3.      Tinjau tanda-tanda/gejala yang mungkin menjadi konsekuensi dari infeksi HIV.
Pasien mungkin mengalami penyakit akut 2-6 minggu selama terinfeksi.
4.      Tekankan perlunya memperhatikan seks yang lebih aman dan juga perlunya menghindari penggunaan obat-obatan IV terlarang.
Membatasi penyebaran virus. Mengerangi pemajanan pada agen infeksi/sters tamabahan pada system imun.
5.      Berikan informasi mengenai perubahan gaya hidup yang sesuai dengan factor yang membantu mempertahankan kesehatan.
Bukti menunjukkan bahwa diet yang khusus dan factor gaya hidup dapat berpengaruh pada perkembangan infeksi HIV sampai AIDS.
6.      Diskusikan strategi penatalaksanaan terhadap gejala-gejala dan tanda-tanda yang terus menerus.
Keterlibatan pasien dalam perawatan meningkatkan kerja sama dan kepuasan dalam perawatan.
7.      Dorong kontak dengan orang terdekat, keluarga, dan teman.
Banyak yang merasa takut mengungkapkan pada orang terdekat, keluarga dan teman karena takut ditolak.

D.    Evaluasi
Evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat di lihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat di lihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
Setelah dilakukann tindakan keperawatan di harapakan pasien :
1.      Dx 1 : Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi, tidak demam dan bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dan tanda-tanda lain dari kondisi infeksi.
2.      Dx 2 : Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan dan mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energi.
3.      Dx 3 : Hilangnya/terkontrolnya rasa sakit, menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.
4.      Dx 4 : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan, melakukan perubahan gaya hidup yang sesuai dan berpartisipasi dalam aturan perawatan.





























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan berkurang dan kelelahan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak sehingga banyak penelitian melibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwa keluarga akan merasa baik.
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), yaitu kondisi hilangnya kekebalan tubuh sehingga member kesempatan berkembangnya berbegai bentuk infeksi dan keganasan, kemunduran kemampuan intelektual, dan penyakit lainnya. Dengan hilangnya semua kekebalan tubuh manusia pada AIDS, tubuh seolah-olah menjadi tempat pembenihan bakteri, protozoa, jamur serta terjadi degenerasi ganas.

B.     SARAN
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan makalah berikutnya yang lebih baik.








DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2008. Patologi Obstetri.  Jakarta : EGC
Nursalam dan dwi, Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba medika.
Susanti NN. 2000. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC.


2 komentar:

  1. terimakasih infonya.
    http://yvc-i-gc012.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  2. Obat herbal Dr. Imoloa yang luar biasa adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dymyme, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }

    BalasHapus